Beranda | Artikel
Mengenal Nama Allah Al-Wahhab
14 jam lalu

Mengenal nama-nama Allah merupakan salah satu bentuk ibadah hati yang paling agung. Dengan mengenal nama dan sifat-Nya, seorang hamba akan semakin mencintai, takut, dan berharap hanya kepada-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

للهِ تبارَك وتعالى تِسعةٌ وتسعونَ اسمًا مَن أحصاها دخَل الجنَّةَ

“Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama; siapa saja yang menghitungnya (menghafal, memahami, dan mengamalkannya), niscaya akan masuk surga.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan hadis tersebut, memahami nama-nama Allah bukan sekadar ilmu, tetapi jalan menuju penghambaan yang lebih dalam dan tauhid yang lebih lurus.

Di antara nama Allah yang agung adalah Al-Wahhāb — Dzat Yang Maha Pemberi. Nama ini menunjukkan bahwa semua karunia dan nikmat datang dari-Nya, baik yang diminta maupun yang tidak, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Dalam artikel ini, kita akan mengulas tiga poin utama: (1) dalil-dalil dari Al-Qur’an yang menyebut nama Al-Wahhāb secara eksplisit, (2) penjelasan makna nama ini dari sisi bahasa maupun penafsiran para ulama salaf, dan (3) konsekuensi praktis bagi seorang hamba yang mengenal Allah dengan nama ini: bagaimana ia memperkuat keimanannya, memperbanyak rasa syukur dan doa, serta memperbaiki husnuzhan kepada Rabb-nya dalam setiap kondisi kehidupan.

Dalil nama Allah “Al-Wahhab”

Nama ini disebutkan sebanyak tiga kali dalam Al-Qur’an.

Sekali dalam surah Āli ‘Imrān, dalam firman Allah Ta‘ālā,

رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ

“Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi karunia.” (QS. Āli ‘Imrān: 8)

Dan dua kali dalam surah Shād, dalam firman-Nya,

أَمْ عِندَهُمْ خَزَائِنُ رَحْمَةِ رَبِّكَ الْعَزِيزِ الْوَهَّابِ

“Apakah mereka memiliki perbendaharaan rahmat Tuhanmu Yang Maha Perkasa lagi Maha Pemberi?” (QS. Shād: 9)

Serta firman-Nya,

قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكاً لَّا يَنبَغِي لِأَحَدٍ مِّنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ

“Ia berkata, ‘Ya Rabbku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak layak bagi seorang pun sesudahku. Sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi karunia.’” (QS. Shād: 35) [1]

Kandungan makna nama Allah “Al-Wahhab”

Untuk mengetahui kandungan makna dari nama Allah tersebut dengan menyeluruh, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu makna kata “Al-Wahhab” secara bahasa, kemudian dalam konteksnya sebagai nama Allah Ta’ala.

Makna bahasa dari “Al-Wahhab”

Al-Wahhāb ( الوهّاب ) merupakan bentuk mubālaghah (bentuk intensif) dari kata kerja wahaba – yahabu ( وَهَبَ  – يَهَبُ) yang berarti memberi hadiah (hibah). [2]

Al-Fuyumiy rahimahullah mengatakan,

(وهـ ب) : وَهَبْتُ لِزَيْدٍ مَالًا أَهَبُهُ لَهُ هِبَةً أَعْطَيْتُهُ بِلَا عِوَضٍ

(Wahaba): aku memberikan harta kepada Zaid sebagai hibah — yakni aku memberinya tanpa imbalan.” [3]

Makna “Al-Wahhab” dalam konteks Allah

Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah mengatakan tentang firman Allah,

إِنَّكَ ‌أَنْتَ ‌الْوَهَّابُ

“Sesungguhnya Engkau-lah al-Wahhāb”, beliau mengatakan,

إِنَّك أنت المُعْطِى عبادَك التوفيقَ والسدادَ للثباتِ على دينِك، وتصديقِ كتابِك ورسلِك.

“Sesungguhnya Engkau-lah Dzat yang memberi kepada hamba-hamba-Mu taufik dan bimbingan agar tetap teguh di atas agama-Mu, serta untuk membenarkan Kitab-Mu dan para Rasul-Mu.” [4]

Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan tentang ayat ke-9 dari surah Shad,

{أَمْ عِنْدَهُمْ خَزَائِنُ رَحْمَةِ رَبِّكَ الْعَزِيزِ ‌الْوَهَّابِ} أَيِ: الْعَزِيزِ الَّذِي لَا يُرَامُ جَنَابُهُ ‌الْوَهَّابِ الَّذِي يُعْطِي مَا يُرِيدُ لِمَنْ يُرِيدُ.

Apakah mereka memiliki perbendaharaan rahmat Tuhanmu Yang Maha Perkasa lagi Maha Pemberi?”, maksudnya adalah: “(Dia adalah) Yang Maha Perkasa, yang tidak ada seorang pun dapat menjangkau-Nya; dan al-Wahhāb, yaitu Dzat yang memberi apa yang Dia kehendaki kepada siapa yang Dia kehendaki.” [5]

Sedangkan An-Nasafy rahimahullah mengatakan tentang ayat tersebut,

ماهم بمالكي خزائن الرحمة حتى يصيبوا بها من شاءوا ويصرفوها عمن شاءوا ويتخيروا للنبوة بعض صناديدهم ويترفعوا بها عن محمد وإنما الذي يملك الرحمة وخزائنها العزيز القاهر على خلقه ‌الوهاب الكثير المواهب المصيب بها مواقعها الذي يقسمها على ما تقتضيه حكمته

“Mereka tidak memiliki kekuasaan atas perbendaharaan rahmat, sehingga mereka bisa memberikannya kepada siapa yang mereka kehendaki dan menahannya dari siapa yang mereka kehendaki, serta memilih sebagian orang terhormat dari mereka untuk kenabian dan merasa lebih mulia dari Muhammad. Padahal, yang memiliki rahmat dan perbendaharaannya hanyalah Dzat Yang Maha Perkasa, yang menguasai seluruh makhluk-Nya. Al-Wahhāb, yang banyak memberi, yang menempatkan karunia-karunia-Nya pada tempat yang tepat, dan membaginya sesuai dengan hikmah-Nya.” [6]

Syekh Abdurrahman bin Nashir as-Si‘dī rahimahullah mengatakan,

{‌إنك ‌أنت ‌الوهاب} أي: واسع العطايا والهبات، كثير الإحسان الذي عم جودك جميع البريات.

“Sesungguhnya Engkaulah al-Wahhāb” artinya: “Yang luas pemberian dan hibah-Nya, banyak kebaikan-Nya, yang kebaikan-Nya meliputi seluruh makhluk.” [7]

Syekh ‘Abdur-Razzāq al-Badr berkata,

والوهاب: هو كثير الهبة والمنة والعطية

Al-Wahhāb adalah Dzat yang banyak memberikan hibah, karunia, dan pemberian.” [8]

Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-Malik”, “Al-Maalik”, dan “Al-Maliik”

Konsekuensi dari nama Allah “Al-Wahhab” bagi hamba

Penetapan nama “Al-Wahhab” bagi Allah Ta’ala memiliki banyak konsekuensi, baik dari sisi sifat dan pengkhabaran terhadap Allah, maupun dari sisi hamba. Berikut ini beberapa konsekuensinya dari sisi hamba:

Wajib beriman bahwa al-Wahhāb merupakan nama Allah

Seorang hamba wajib meyakini bahwa al-Wahhāb hanyalah Allah semata. Di tangan-Nya terdapat perbendaharaan segala sesuatu. Dialah Pemilik langit dan bumi serta semua yang ada di dalamnya. Allah Ta‘ālā berfirman,

لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثاً وَيَهَبُ لِمَن يَشَاءُ الذُّكُورَ * أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَاناً وَإِنَاثاً وَيَجْعَلُ مَن يَشَاءُ عَقِيماً إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ

“Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia menganugerahkan anak perempuan kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan menganugerahkan anak laki-laki kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Atau Dia mengawinkan mereka: laki-laki dan perempuan; dan menjadikan mandul siapa saja yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.” (QS. Asy-Syūrā: 49–50) [9]

Bersyukur atas pasangan yang saleh dan keturunan yang baik

Seorang hamba hendaknya meyakini bahwa di antara hibah terbesar dari Allah kepada hamba-Nya adalah diberikannya pasangan yang saleh dan keturunan yang baik, dan bersyukur atasnya. Hal ini merupakan sebab kebahagiaan dan penyejuk mata bagi seorang hamba. Allah Ta‘ālā berfirman,

وَوَهَبْنَا لَهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُم مَّعَهُمْ رَحْمَةً مِّنَّا

“Dan Kami anugerahkan kepadanya keluarganya dan yang semisal dengan mereka, sebagai rahmat dari Kami.” (QS. Shād: 43)

Dan firman-Nya,

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan dan keturunan yang menjadi penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.’” (QS. Al-Furqān: 74)

Barang siapa yang dikaruniai anak oleh Allah dan dianugerahi kebaikan dalam diri anak tersebut, maka hendaknya ia memuji al-Wahhāb atas limpahan nikmat-Nya. Sebagaimana doa Nabi Ibrāhīm ‘alaihis-salām ketika berkata,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاءِ

“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di masa tua: Ismā‘īl dan Ishāq. Sesungguhnya Rabbku Maha Mendengar doa.” (QS. Ibrāhīm: 39) [10]

Banyak berdoa dan berbaik sangka kepada Allah

Banyak berdoa dan meminta kepada al-Wahhāb, serta berbaik sangka kepada-Nya dalam mengharap segala kebaikan dunia dan akhirat.

Allah Ta‘ālā berfirman,

رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ

“Ya Rabb kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi karunia.” (QS. Āli ‘Imrān: 8) [11]

Semoga Allah, al-Wahhāb, menganugerahkan kepada kita rahmat-Nya yang luas, membimbing hati kita untuk tetap di atas petunjuk, dan menjadikan kita hamba-hamba yang bersyukur atas setiap karunia-Nya. Aamiin.

Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-Jabbar”

***

Rumdin PPIA Sragen, 10 Muharam 1447

Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab

Artikel Muslim.or.id

 

Referensi utama:

Al-Badr, Abdur Razzaq. Fiqhul Asma’il Husna. Cet. ke-1. Mesir: Dar ‘Alamiyah, 2015.

An-Najdi, Muhammad Al-Hamud. An-Nahjul Asma fi Syarhil Asma’il Husna. Kuwait: Maktabah Imam Dzahabi.

Al-Misy‘ad, Mubarak Abdullah. At-Ta‘liq al-Asna ‘ala Manzhumat Asma’ Allah al-Husna li Ibni ‘Utsaimin wa Mukhtashariha. Cetakan Pertama. Dammam: Dar Ibn al-Jauzi, 1444.

 

Catatan kaki:

[1] an-Nahj al-Asma, hal. 132

[2] Al-Bayan fi Tasrif Mufradat al-Qur’an ‘ala Hamisy al-Mushaf al-Sharif, hal. 50

[3] al-Mishbāḥ al-Munīr fī Gharīb asy-Syarḥ al-Kabīr, 2: 673.

[4] Tafsir ath-Thabarī, 5: 228.

[5] Tafsir Ibnu Katsīr, 7: 55.

[6] Madārik at-Tanzīl wa Ḥaqā’iq at-Ta’wīl, 3: 145.

[7] Taisīr al-Karīm ar-Raḥmān, hal. 123.

[8] Fiqh al-Asmā’, hal. 138.

[9] an-Nahj al-Asma, hal. 133.

[10] Fiqh al-Asmā’, hal. 139-140.

[11] At-Ta‘liq Al-Asnā, hal. 100.


Artikel asli: https://muslim.or.id/107685-mengenal-nama-allah-al-wahhab.html